Sumpah
Pemuda
Sebentar
lagi sekoah kami memperingati Sumpah Pemuda. Kegiatan apa yang akan diadakan
oleh sekolah? Kami sudah terbiasa menaruh perhatian besar tehadap peringatan
hari-hari bersejarah ini. Pak Winata dan Pak Sudarma selalu membina kami untuk
dapat menghayati peristiwa-peristiwa sejarah perjuangan bangsa Indonesia.
Berbagai cara dan kegiatan diadakan. Tujuannya tiada lain agar kami denagan
usaha sendiri dapat merasakan perjuangan bangsaku tercinta ini dari masa ke
masa.
“Sudah
kau baca Jaka, koran tadi pagi yang menyangkut Sumpah Pemuda?” tanya Mutia
kepadaku.
“Sudah,
tetapi belum selesai membacanya. Ayahku ingin membacahya terlebih dahulu!”
Kawan-kawanku
sebagaian besar sudah bisa membaca koran atau majalah. Segala berita yang
sedang hangat-hangatnya selalu dijadikan obrolan untuk pengisi waktu. Begitu
juga pagi ini kami sudah selesai dengan tugas membersihkan kelas. Waktu yang
terulang masih ada seperempat jam lagi. Mutia, Sudarto, Hilman, Yazir, Yusuf
dan Halimah berkumpul untuk turut bercakap-cakap denaganku. Kami berdiri sambil
menikmati udara pagi yang segar.
Obrolan
kami berkisar antara Sumpah Pemuda dan diselilingi dengan mepersoalkan
pelajaran-pelajaran lainnya. Kami merupakan murid kelas VI yang paling giat
bersemangat dalam berbagai kegiatan di sekolah.
“He,
lihat itu si Tambun baru muncul!” kata Sudarto sambil menunjuk kepada
Zulkarnaen.
“Selamat
pagi, kawan-kawan!” salam Zulkarnaen. “Selamat Pagi, Tuan
Besar!”sambut kami.
“Wah, tadi di jalan lalu-lintas macet! Ada
anak SMA yang ngebut dan bertabrakan dengan sebuah sedan!”
“Ngebut
lari ? Atau ngebut naik motor?”
“Tentunya,
naik motor! Masa lari main tabrak dengan sedan. Memangnya mau bunuh diri?”
“Kau tahu kalau anak
SMA, memangnya kau bantu menolongnya?”
“Ala, kau ini belum tahu bahwa si
Tambun ini orang cerdas, ya? Orang yang berseragam putih-abu itu adalah pelajar
SMA! Putih merah itu pelajar SD dari seragamnya saja kita sudah tau siapa dia!”
Percakapan
kami terhenti, karena lonceng sudah berbunyi. Selesai berdoa, pelajaran
dimulai. Bu Sumarsini mengawalinya, “Tadi, kalian asyik sekali mengobrol. Saya
mendengar ada tabrakan segala. Siapa yang tabrakan itu Zul,?”
Secara
singkat Zulkarnaen menerangkan menerangkan ihwalnya tadi pagi di jalan.
“Nah,
Anak-anak, itulah sebabnya kita harus berhati-hati di jalan. Kita harus
mentaati peraturan lalu-lintas. Coba kaubayangkan anak celaka tadi, ya rugi
bagi dirinya sendiri, ya rugi bagi orang lain. Untuk dirinya sendiri jelas dia
harus masuk rumah sakit. Untung kalau tidak cacat. Bagaimana kalau cacat? Juga
dia harus memperbaiki motornya. Kerugian bagi orang lain? Pemilik sedan harus
memperbaiki sedannya. Zulkarnaen datang terlambat karena lalu-lintas macet!
Seterusnya kalian mmasih dapat mencari sedikit akibat yang ditimbulkan tabrakan
tersebut!”
Kami
semua diam. Betul juga apa yang dikatakan Bu Sumarni itu. Berbahagialah kami
yang sampai saat ini masih selalu mentaati peraturan.
“Anak-anak!”
lanjut Bu Sumarni. “ Ibu kemarin
mendaopat pesan dari Pak Sudarma, bahwa dalam pelajaran bahasa Indonesia hari
ini diberi tugas membuat karangan untuk memperingati hari Sumpah Pemuda. Nanti
pada tanggal 28 Oktober tiga karya terbaik akan didiskusikan dikelas di bawah
pimpinan Pak Sudirman!”
Tugas
ini kami sambut gembira. Kami membayangkan saat aku bediri di depan kelas
sedang membacakan karanganku. Yang lain asik mencatat intinya. Aku malah
melamun.
“He,
Jaka. Kau melamun ya?” Yusuf menepuk pundakku.
“Ah,
tidak ... tidak !” Jawabku agak gugup karena terkejut.
Teringat
perjalanan bansgsaku dari tahun 1928 sampai generasi sekarang. Masa Indonesia
sedang membangun dan mengisi kemerdekaannya.
“Cukup bahan untuk menyusun tugas
ini!” Gumamku dengan rasa lega. Aku sudah dapat menghubungkan diri dan
menghayati peristiwa Sumpah Pemuda sampai kini.
Jam pelajaran Bahasa Indonesia pun
berakhir. Karangan kami pun belum selesai. Bu Sumarni memperbolehkan kami
menyelesaikan di rumah. “Besok karangan harus dikumpulkan pada Sudarto kata Bu
Surmani”
Pelajaran
berikutnya adalah PKN. Kali ini Bu Uun membahas materi Sumpah Pemuda. “Materi
ini supaya dapat mengingatkan tekad para pemuda pada masa dahulu, kata Bu Uun”.
Selama 40 menit kami mendapat informasi tentangjasa dan tekad para pemuda.
Ke
esokan harinya kami memperingati hari Sumpah Pemuda dengan Upacara bendera.
Seusai Upacara memperingati Sumpah Pemuda. Kami melanjutkan diskusi karangan
tentang Sumpah Pemuda bagi anak Indonesia. Diskusi ini dipimpin oleh Pak
Sudarman, Pak Winata, Pak Mansur, dan Bu
Sumarni pun telihat menghadiri diskusi itu.
Dari sekian banyak karangan,
karanganku mendapat kehormatan untuk didiskusikan. Selain karanganku ada
karangan lain yang didiskusikan, seperti karangan dari Hilman dan Mutia. Waktu
Pak Sudarman mengumumkan kami sangat gembira.
“Hidup Pemuda Indonesia!” Seru Pak
Sudarto. Guru kami tersenyum bangga melihat sikap kami demikian itu. Mereka
tidak sia-sia membimbing kami selama ini. Kami semua bersungguh-sungguh dan
penuh semangat dalam belajar di sekolah ini. Rupanya datang ke sekolah ini
merupakan kebutuhan yang sulit di abaikan. Sekolah kami memberi kepuasan dan
kesenangan terutama Guru-guru kami yang merupakan pendidik yang dapat
menumbuhkan semua rasa senang tadi.
Diskusi berjalan hangat dan tertib
sekali-sekali Pak Winata membantu kami dalama hal yang tidak kami mengerti.
Hasil diskusi itu mengagumkan.
Kesimpulan dari diskusi itu antara lain bahwa Sumpah Pemuda merupakan landasan tekad kami sebagai anak Indonesia
untuk membangun Negara tercinta ini.
“Hidup Pemuda Indonesia!” Bergema
kembali pekikan kami mengakhiri diskusi tersebut.Sumber : http://robbyramadhani.blogspot.com/2013/03/cerpen-sumpah-pemuda.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar